Ternyata ada suatu rahasia yang menyebabkan Nabi Khidir masih hidup
hingga sekarang ini. Tentu semua itu adalah kehendak Allah terhadap
hamba-Nya yang satu ini.
Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa'labi dari Imam Ali ra
Semoga dengan kisah ini akan lebih memantapkan keimanan kita kepada
Allah, bahwa jika Allah berkehendak maka akan TERJADILAH. Tak seorang
pun yang mampu menghalanginya.
Berikut Kisahnya
Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah yang melebihkan kepada
dirinya dengan menjadi seorang raja. Dialah Raja Iskandar Zulkarnaen,
yang namanya telah tersebut dalam Al Qur'an.
Pada tahun 322 SM, Raja Iskandar Zulkarnaen berniat mengadakan
perjalanan untuk mengelilingi bumi dan Allah mewakilkan salah satu
malaikatnya yang bernama Rofa'il untuk menyertainya dalam perjalanan
panjang itu.
Dialog Malaikat dan Raja Iskandar Zulkarnaen
Karena ditemani oleh seorang malaikat, Raja Zulkarnaen banyak mengajukan
pertanyaan seputar dunia dan akhirat serta isinya. Salah satu
pertanyaan yang paling terkenal adalah tentang ibadah para malaikat di
langit. "Wahai Malaikat Rofa'il, ceritakanlah kepadaku tentang ibadahnya
para malaikat yang ada di langit," tanya Raja Zulkarnaen.
"Para malaikat yang ada di langit ibadahnya ada yang berdiri tidak
mengangkat kepala selama-lamanya, ada juga yang bersujud tidak
mengangkat kepala selama-lamanya, ada pula yang rukuk tidak mengangkat
kepala selama-lamanya," jawab Malaikat Rofa'il.
"Duh, alangkah senangnya hati ini seandainya aku bisa hidup
bertahun-tahun lamanya untuk beribadah kepada Allah," kata Raja
Zulkarnaen.
"Wahai raja, sesungguhnya Allah telah menciptakan sumber air di bumi.
Namanya Ainul Hayat, artinya sumber air hidup. Maka barang siapa yang
meminum airnya seteguk, maka ia tidak akan mati sampai hari kiamat atau
jika ia memohon kepada Allah untuk dimatikan," kata Malaikat Rofa'il.
"Apakah engkau tahu tempat Ainul Hayat itu wahai Malaikat Rofa'il?"
tanya raja. "Sesungguhnya Ainul Hayat itu berada di bumi yang gelap,"
jawab Malaikat Rofail.
Setelah Raja Zulkarnaen mendengar penuturan malaikat Rofa'il tentang
Ainul Hayat itu, maka raja segera mengumpulkan para alim ulama pada saat
itu. Sebelumnya, raja bertanya kepada mereka tentang letak Ainul Hayat,
tapi mereka semua menjawab tidak tahu.
"Wahai para alim ulama, tahukah kalian dimanakah letak Ainul Hayat itu?"
tanya raja. "Kami tidak mengetahuinya wahai baginda, hanya Allah yang
Maha Mengetahui," jawab salah seorang ulama.
Di luar dugaan, dari pertanyaan Raja Zulkarnaen tersebut, ada salah
seorang ulama yang mampu menjawab meski tidak sedetail letaknya.
"Sesungguhnya aku pernah membaca di dalam wasiat Nabi Adam bahwa beliau
berkata bahwa sesungguhnya Allah meletakkan Ainul Hayat itu di bumi yang
gelap," kata ulama itu.
"Dimanakah bumi yang gelap itu?" tanya raja. "Yaitu di tempat terbitnya matahari," jawab orang alim ulama itu.
Kemudian Raja Zulkarnaen menyuruh para pengawalnya untuk menyiapkan
segala keperluan untuk mencari dan mendatangi tempat Ainul Hayat itu.
"Kuda apa yang sangat tajam penglihatannya di waktu gelap?" tanya raja. "Kuda betina yang masih perawan," jawab para sahabatnya.
Akhirnya raja mengumpulkan seribu kuda betina yang masih perawan dan ia
memilih diantara 6 ribu tentaranya yang pandai serta ahli dalam
mencambuk. Di antara para tentara itu, ada yang bernama Nabi Khidir,
bahkan beliau menjabat sebagai perdana menteri kala itu.
Perjalanan Mencari Ainul Hayat
Setelah dirasa semua cukup dan siap, maka berangkatlah Raja Zulkarnaen
dan Nabi Khidir yang ebrjalan di depan pasukan. Setelah sekian lama
mencari, akhirnya mereka mengetahui tempat terbitnya matahari.
Mereka pun menuju arah terbitnya matahari tersebut. Perjalanan ke
temnpat tujuan tersebut memakan waktu 12 tahun lamanya untuk sampai di
bumi yang gelap itu. Gelapnya bukanlah seperti di waktu malam hari,
melainkan gelap karena ada pancaran seperti asap.
Raja Zulkarnaen sudah tak sabar lagi hendak masuk ke tempat gelap itu,
namun salah seorang cendikiawan mencegahnya. Para tentara berkata kepada
raja, "Wahai Baginda, sesungguhnya raja-raja yang terdahulu tidak ada
yang masuk ke tempat gelap ini, karena tempat yang gelap ini berbahaya."
"Wahai prajurit, kita harus memasukinya, tidak boleh tidak," sanggah
sang raja.
Karena raja bersikeras hendak masuk, maka tak ada seorang pun yang
berani melarangnya. "Diamlah dan tunggulah kalian di sini selama 12
tahun. Jika aku bisa datang kepada kalian dalam masa itu, maka
kedatanganku terhadap kalian termasuk baik. Dan jika aku tidak datang
dalam 12 tahun, maka pulanglah kalian kemabli ke negeri kalian," ujar
sang raja.
Setelah itu raja mendekat dan bertanya kepada malaikat Rofa'il, "Apabila
kita melewati tempat gelap ini, apakah kita dapat melihat kawan-kawan
kita?" "Tidak bisa kelihatan" jawab Malaikat Rofa'il. "Akan tetapi aku
memberimu sebuah merjan atau mutiara. Jika mutiara itu ke atas bumi,
maka mutiara itu dapat emnjerit dengan suara yang keras, dengan demikian
kawan-kawan kalian yang tersesat jalan dapat kembali kepada kalian,"
jelas Malaikat Rofa'il lebih lanjut.
Masuk ke Ainul Hayat
Demikianlah, akhirnya Raja Iskandar Zulkarnaen masuk ke tempat yang
gelap itu. Selama 18 hari lamanya tidak pernah melihat matahari dan
bulan, tidak pernah melihat malam maupun siang. Tidak pernah melihat
burung dan binatang liar, sedangkan raja berjalan dengan didampingi Nabi
Khidir.
Pada saat mereka berjalan, maka ALlah memberi wahyu kepada Nabi Khidir.
"Bahwa sesungguhnya Ainul Hayat itu berada di sebelah kanan jurang dan
Ainul Hayat ini Aku khususkan untuk kamu."
Setelah Nabi Khidir menerima wahyu itu, beliau berkata kepada
sahabat-sahabatnya, "Berhentilah kalian di tempat masing-masing dan
jangan kalian meninggalkan tempat kalian sebelum aku datang kepada
kalian."
Kemudian Nabi Khidir menuju kanan jurang hingga beliau menemukan Ainul
Hayat itu. Beliau turun dari kudanya, melepaskan pakaiannya dan turun ke
Ainul Ahaya tersebut. Beliau mandi dan minum air sumber hidup tersebut
dan beliau merasakan bahwa airnya lebih manis daripafda madu.
Sesudah mandi dan minum air tersebut, beliau keluar dari tempat itu
kemudian menemui Raja Iskandar Zulkarnaen. Raja tidak mengetahui apa
yang telah terjadi atas diri Nabi Khidir.